Title: Pengembangan Kebijakan dan Strategi Perkotaan
1Pengembangan Kebijakan dan Strategi Perkotaan
- Isu-Isu Strategis Perkotaan
- Nasional dan di Sumatera
- Serta Usulan Awal
- Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional
a work in progress
Palembang, 21 - 22 Juli 2009
2Kerangka Penyajian
1. Latar Belakang Penyusunan KSPN (dan KSPD)
2. Pendekatan dalam Penyusunan KSPN (dan KSPD)
3. Telaah Kebijakan/Peraturan-Perundangan Terkait
4. Telaah Lingkungan Strategis dan Pembelajaran
dari Negara/Kota Lain
5. Kajian Awal Permasalahan Perkotaan Nasional
dan di Sumatera
6. Usulan Awal Kebijakan dan Strategi Perkotaan
Nasional
7. Diskusi dan Penutup
3Latar Belakang KSPN
- Tantangan urbanisasi (sebagai negara urban
kebutuhan ruang kota dan kelengkapan
fisik-sosial-ekonomi-kelembagaannya) - Tantang globalisasi (kota-kota sebagai driver
pertumbuhan ekonomi, sekaligus peningkatan
kesejahteraan dan penghapusan kemiskinan) - Tantangan desentralisasi dan demokratisasi
(perubahan peran dan penentuan arah di dalam
tata-kelola pembangunan dan penyelenggaraan kota) - Terdapat berbagai peraturan-perundangan RTRWN (PP
26/2008) KSNP-Kota (Permen 494//2005), Rancangan
RTR-Pulau dll. Serta berbagai studi terkait (NUDS
1985, 2000) dll. - Tapi kondisi kota-kota Indonesia umumnya masih
memprihatinkan
4Latar Belakang KSPN
5Latar Belakang KSPN
Tujuan KSPN
Memberikan arah yang jelas dan terukur bagi
pembangunan dan penyelenggaraan kota-kota di
Indonesia agar sumber daya yang terbatas dan
potensi yang ada dapat digunakan sebaik-baiknya
dalam menciptakan kota-kota yang nyaman,
berkelanjutan, berkeadilan bagi semua golongan
masyarakat dan berperan sebagai pendorong bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat maupun
pertumbuhan ekonomi lokal / regional / nasional
6Lingkup dan Keluaran
A. Penyusunan Kebijakan dan Strategi Perkotaan
Nasional
Proses formulasi Diskusi-diskusi awal, lokakarya
regional (di 5 wilayah), seminar nasional
(experts dan stakeholders). Keluaran Draft Akhir
KSPN (Oktober 2009), Final KSPN (May 2010),
disertai makalah teknis pendukung (9 Technical
Working Papers masing-masing kelompok isu,
review kebijakan, studi komparasi, indikators
untuk mengukur progres).
7Pendekatan dalam Perumusan
8Pendekatan dalam Perumusan KSPN
Telaah Kebijakan / Peraturan Perundangan (RPJP-N,
RPJM-N, RTRW-N, RTRW-Pulau, dan lain-lain)
Telaah Kondisi Tipologi Perkotaan di
Indonesia saat ini
Penentuan Visi dan Misi Pembangunan Perkotaan jk
menengah panjang
Perumusan Kebijakan Strategi jangka
menengah dan panjang serta mekanisme monitoring
Where are we now?
How do we get there? How far we have gone?
Where do we want to be? When do we want to be
there?
Telaah Lingkungan Strategis Perkembangan Global
/ Nasional / Lokal (Konteks / Tantangan /
Pembelajaran)
9Telaah Kebijakan / Peraturan
Berbagai UU Lain Yang terkait UU 33/2004 UU
17/2003 UU 4/1992
UU 32/2004 Pemerintahan Daerah
UU 25/2004 SPPN
UU 26/2007 Penataan Ruang
UU 17/2007 RPJP-N 2005-2025
Berbagai PP Lain Yang terkait
PP 7/2005 RPJM-N 2004-2009
PP 26/2008 RTRW-N
PP 65/2005 SPM
PP .. / . RPJM-N 2010-2014
PP 34/2009 Pengelolaan Kws Kota
PerPres .. /. RKP tahunan
PerPres .. /. RTR-Pulau
PerPres .. /. Terkait lainnya
PerMenPU KSNP-Kota dan lain-lain
KSPN
PerMendagri SPP dan lain-lain
10UU 17/2007 tentang RPJP-N 2005-2025
11UU 17/2007 tentang RPJP-N 2005-2025
- Terkait masalah internal perkotaan
- Pemenuhan perumahan dengan prasarana dan sarana
yang layak - Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (air minum
dan sanitasi) - Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan
kerjasama antar daerah - Terkait masalah eksternal perkotaan (sistem
kota-kota) - Peningkatan keterkaitan kota-desa
- Pengembangan wilayah, khususnya daerah yang
tertinggal - Pembangunan infrastruktur antarwilayah untuk
menciptakan daya saing kota yang tinggi.
12PP 26/2008 RTRW-Nasional
- Telah menetetapkan Sistem Perkotaan Nasional yang
berhirarki (PKN Pusat Kegiatan Nasional, PKW
Pusat Kegiatan Wilayah, dan PKSN Pusat Kegiatan
Strategis Nasional) - PKN, PKW dan PKSN merupakan pusat kegiatan
(industri dan jasa) dan simpul transportasi antar
wilayah - Memberikan arahan terhadap pengembangan
infrastruktur perkotaan dan perdesaan untuk
mendukung sistem kegiatan industri jasa berskala
nasional, provinsi dan kabupaten, serta mendukung
sistem kegiatan industri/jasa di kawasan andalan - Mengharuskan kawasan perkotaan untuk
memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, terutama di kota-kota pantai,
metropolitan dan besar, antara lain melalui
mekanisme pengendalian
13PP 26/2008 RTRW-Nasional
Pulau PKN PKW PKSN
Sumatera 9 56 4
Jawa-Bali 11 38 0
Nusa Tenggara 2 10 3
Kalimantan 5 28 10
Sulawesi 5 24 2
Maluku 2 11 4
Papua 3 11 3
Total 37 178 26
14Permen PU No. 494/PRT/M/2005 KSNP-Kota
- Kebijakan 1 Pemantapan Peran dan Fungsi Kota
dalam Pembangunan Nasional - Dengan Strategi (i) Penyiapan
Prasarana-Sarana Perkotaan Nasional untuk
Pengembangan Ekonomi Nasional, (ii) Penyiapan
Kota sebagai Simpul Pelayanan dan Simpul
Aksesibilitas dan Distribusi dalam Wilayah, (iii)
Pengembangan Kota Berfungsi Nasional/Internasional
dan Kawasan Kerjasama Internasional, (iv)
Pengembangan Kota Khusus, Berkarakter Khusus,
Kawasan Perbatasan dan Tertinggal - Kebijakan 2 Pengembangan Permukiman yang Layak
Huni, Sejahteran, Berbudaya dan Berkeadilan
Sosial - Dengan Strategi (i) Pengembangan Prasarana dan
saranan dan Pelayanan Dasar Perkotaan yang
Memadai dan Berkeadilan, (ii) Pengembangan
Perumahan dan Permukiman yang Layak Huni dan
Terjangkau, (iii) Pengembangan Proses Pendanaan
dan Penyediaan Tanah bagi Pembangunan Permukiman
yang Partisipatif, (iv) Pengembangan Ekonomi
Perkotaan Berdaya Saing Global, dan (v)
Penciptaan Iklim Kehidupan Sosial Budaa yang
Saling Menghargai, Saling Mendukung serta
Mengapresiasi Budaya - Kebijakan 3 Peningkatan Kapasitas Manajemen
Pembangunan Perkotaan - Dengan Strategi (i) Peningkatan Kapasitas SDM
serta Kelembagaan Pusat dan Daerah dalam
Pengelolaan Pembangunan Perkotaan, (ii)
Peningkatan Kapasitas Pembiayaan Pemerintah
Daerah, (III) Peningkatan Pola dan Mekanisme
Pelibatan Stakeholders dalam Pengelolaan
Pembangunan Perkotaan yang Inklusif, dan (iv)
Pembentukan Sistem Informasi Perkotaan di Tingkat
Nasional dan di Tingkat Daerah
15Rancangan Peraturan PresidenRTR-Pulau Sumatera
- Sedang disusun Rancangan RTR Pulau Sumatera untuk
operasionalisasi RTRWN agar menghasilkan
pertumbuhan, keseimbangan dan keserasian
perkembangan antar wilayah di Pulau Sumatera,
kawasan pesisir Barat bagian Tengah kawasan
pesisir Timur dan Kepulauan - RTR-Pulau tidak hanya mencakup sistem perkotaan,
tetapi juga jaringan transportasi, jaringan
energi, jaringan telekomunikasi serta sistem
sumber daya air. - RTR-Pulau juga dimaksudkan untuk mewujudkan
kawasan lindung nasional, kawasan budi daya,
kawasan andalan dan kawasan strategis nasional. - Produk ini mengandung kebijakan dan strategi
operasionalisasi untuk mewujudkan rencana
struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional di
Pulau Sumatera - Strategi yang diusulkan dalam Rancangan RTR-Pulau
Sumatera ini antara lain (a) mengembangkan dan
meningkatkan fungsi PKN untuk kota-kota
Lhokseumawe, Padang, Pekan Baru, Dumai, Jambi,
Palembang dan Bandar Lampung (b) merevitalisasi
fungsi kota-kota PKN Mebidangro dan Batam (iii)
Mengembangkan dan meningkatkan kota-kota PKW, dan
lain-lain
16Fungsi Kota-Kota di Sumatera Berdasarkan
Rancangan PerPres RTR-Pulau Sumatera
Provinsi Kota Fungsi Kota
Provinsi NAD Lhokseumawe PKN
Sabang PKW / PKSN
Banda Aceh PKW
Langsa PKW
Takengon PKW
Meulaboh PKW
Provinsi Sumatera Utara Medan PKN / PKSN
Tebingtinggi PKW
Sidikalang PKW
Pematang Siantar PKW
Balige PKW
Rantau Prapat PKW
Kisaran PKW
Sibolga PKW
Padang Sidempuan PKW
Gunung Sitoli PKW
Tanjung Balai PKW
Provinsi Sumatera Barat Padang PKN
Pariaman PKW
Bukittinggi PKW
Muarasiberut PKW
Sawahlunto PKW
Provinsi Riau Pekanbaru PKN
Dumai PKN / PKSN
Bangkinang PKW
Siak Sri Indrapura PKW
Bengkalis PKW
Bagan Siapi-api PKW
Tembilahan PKW
Rengat PKW
Pasir Pangarayan PKW
Taluk Kuantan PKW
Provinsi Kepulauan Riau Batam PKN / PKSN
Ranai PKSN
Tanjung Pinang PKW / PKSN
Tanjung Balai Karimun PKW
Tarempa (kawasan Natuna) PKW
Daik Lingga (kawasan Natuna) PKW
Dabo/Singkep PKW
Di Pulau Sumatera terdapat 10 propinsi dan 66
kota yang terbagi atas 6 Kota PKN, 3 PKN/PKSN, 2
PKSN, 2 PKW/PKSN, 53 PKW, dengan 2 Kota
Metropolis, 4 Kota Besar.
Provinsi Kota Fungsi Kota
Provinsi Jambi Jambi PKN
Muara Bulian PKW
Muara Bungo PKW
Sarolangun PKW
Kuala Tungkal PKW
Provinsi Sumatera Selatan Palembang PKN
Muara Enim PKW
Lahat PKW
Lubuk Linggau PKW
Sekayu PKW
Kayu Agung PKW
Baturaja PKW
Prabumulih PKW
Provinsi Bengkulu Bengkulu PKW
Manna PKW
Muko Muko PKW
Pangkal Pinang PKW
Tanjung Pandan PKW
Muntok PKW
Manggar PKW
Provinsi Lampung Bandar Lampung PKN
Metro PKW
Kalianda PKW
Kota Agung PKW
Menggala PKW
Kotabumi PKW
Liwa PKW
17Telaah Lingkungan StrategisKonteks Global /
Nasional / Lokal
- Konteks perkembangan global
- Globalisasi ekonomi yang diiringi dengan
persaingan antar kota-kota di dunia sebagai
pendorong pertumbuhan ekonomi regional / negara
masing-masing. Hal ini ditambah dengan resesi
global yang saat ini terjadidan diperkirakan
akan lamaakan berpengaruh kepada pola
pembangunan, setidaknya dalam jangka menengah - Konteks perkembangan nasional
- Desentralisasi dan demokratisasi tata
pemerintahan mempengaruhi efektifitas kebijakan
nasional, khususnya yang terkait dengan
pembangunan skala lokal. Kerja-sama antar kota
menjadi penting. Sementara itu peran propinsi
perlu diperjelas. - Konteks perkembangan lokal / daerah (khususnya
Sumatera) - Kapasitas daerah dalam pembangunan dan
pengelolaan perkotaan masih terbatas. Diperlukan
terobosan dalam hal ini.
18Telaah Lingkungan StrategisKonteks Global /
Nasional / Lokal
- Persaingan ekonomi global akan semakin menuntut
kota-kota berlomba menjadi kota yang tidak hanya
memiliki sarana dan prasarana memadai, tetapi
juga (i) atraktif bagi investasi, (ii) menarik
untuk dikunjungi, (iii) aman dan nyaman untuk
dihuni, (iv) memiliki amenities maupun
lingkungan yang kondusif bagi meningkatnya
produktifitas dan kreativitas. Tanpa
karakteristik ini, sulit bagi kota-kota kita
untuk berperan secara optimal sebagai pendorong
pertuimbuhan ekonomi wilayah dan meningkatkan
kesejahteraan warga - Tingginya kesenjangan kondisi ekonomi dan
pembangunan fisik baik di tingkat nasional /
regional (antara kota-kota) maupun di dalam kota
itu sendiri (antara bagian-bagian kota).
19Studi Banding untuk InspirasiKebijakan dan
Strategi Perkotaan di China
- Ketika China membuka diri di bawah Deng Xiao
Ping di akhir 1970-an, dihadapi oleh kenyataan
terlalu banyak penduduk di pertanian, China
menerapkan kebijakan urbanisasi, tetapi melihat
skala (penduduk) kota Shanghai dan Beijing sudah
terlalu besar - Diterapkan kebijakan secara bertahap dan
konsisten dalam kurun waktu lebih dari dua
dasawarsa untuk menumbuhkan kota-kota menengah
dan SEZs yang diprioritaskan menjadi pusat
pertumbuhan yang baru (sebagian dengan
fungsi-fungsi khusus seperti pusat industri
manufaktur, inovasi / high-tech, sektor ekonomi
khusus lain) - Diiringi kebijakan kependudukan yang hanya
memungkinkan orang desa pindah ke kota-kota
menengah, tapi tidak ke kota-kota besar (walau
tidak sepenuhnya berhasil) - Diiringi dengan perbaikan sarana dan prasarana
bagi masyarakat untuk tinggal (termasuk ruang
interaksi komunitas)
20Studi Banding untuk InspirasiKebijakan dan
Strategi Perkotaan di Brazil
- Di Brazil, pertumbuhan perkotaan juga
terkonsentrasi di sepanjang pantai Timur,
membentuk sebuah aglomerasi perkotaan yang sangat
besar dari Rio de Janeiro, Sao Paulo, Curitiba
hingga Porto Alegre di Selatan. Upaya mengurangi
disparitas regional telah lama dilakukan dengan
membuat jalan-jalan raya yang masuk ke daerah
pedalaman serta membangun ibukota baru Brazilia
di pedalaman Amazon. Namun proses ini kurang
berhasil dan berhenti pada tahun 1980-an karena
berbagai faktor yang kurang mendukung
(lingkungan, ekonomi, budaya dan lain-lain) - Yang kemudian dilakukan adalah mendorong
kota-kota menjadi menarik dikunjungi, nyaman
ditinggali (dengan sistem transportasi publik
yang efisien (meskipun hanya mengandalkan
busway, misalnya), dan membuka partisipasi
warga kota sehingga terwujud kota-kota yang
secara ekonomi kompetitif. - Namun hingga kini kota-kota Brazil pun masih
tetap ditandai dengan kontras yang cukup tinggi
antara permukiman kaya dan miskin
21Studi Banding untuk InspirasiInovasi TOD di
Curitiba, Brazil
Kota Curitiba, Brazil (1,8 juta penduduk)
- Keterpaduan antara land-use planning dan
transportation planning serta urban design
menciptakan kota yang efisien - Kota ini juga terkenal sangat environmental-friend
ly
22Studi Banding untuk InspirasiUrban Retrofit di
Vancouver, Canada
- Vancouver, Canada (pop. 600,000)
- Menerapkan kebijakan untuk membuat kota dan
sekitarnya menjadi nyaman bagi pejalan kaki
melalui pemadatan (densifikasi) pusat kota dan
simpul-simpul transportasi dilaksanakan secara
konsisten dan terus-menerus oleh setidaknya dua
walikota yang berbeda berturut-turut
23Studi Banding untuk InspirasiPemanfaatan Potensi
Lokal di Bangkok, Thailand
- Revitalisasi transportasi air (yang terintegrasi
dengan perbaikan sistem sanitasi kota dan
lain-lain) menimbulkan manfaat ganda ? menambah
pilihan sarana transportasi dan sekaligus daya
tarik wisata (pemanfaatan potensi lokal) - Kota Bangkok--dimotori oleh CODI--juga menerapkan
berbagai inovasi penyediaan perumahan bagi kaum
miskin
24Studi Banding untuk InspirasiPerencanaan Kota
Hanoi, Vietnam
Hanoi -- Vietnam
- Perencanaan kota secara sederhana (1) kondisi
sekarang, (2) kondisi masa datang yang diinginkan
dan (3) bagaimana mencapainya - Proses yang terbuka dipamerkan selama satu bulan
sebelum disyahkan. Masyarakat dapat memberi
komentar secara rinci pada setiap panel ulasan
saat ini, usulan masa datang dan strategi
pencapaiannya
25Studi Banding untuk InspirasiPerumahan Kaum
Miskin di Solo dan Pekalongan
- Solo dan Pekalongan di Jawa Tengah adalah salah
satu contoh dari kota-kota yang secara aktif
berinisiatif dan menerapkan target untuk
memastikan bahwa semua anggota masyarakat
mendapat perumahan / permukiman yang layak - Solo juga merupakan contoh dari kota-kota yang
banyak melakukan berbagai inisiatif lain bagi
perbaikan kota dan masyarakatnya (termasuk dalam
penanganan pedagang kaki lima (PKL) / sektor
informal
26Studi Banding untuk InspirasiPembangunan
Berimbang di Tarakan, Kaltim
- Tarakan, Kaltim, menerapkan prinsip pembangunan
yang berimbang antara tujuan ekonomi, sosial
(pendidikan, kesehatan, OR, dll) dan lingkungan - Banyak pula terobosan-terobosan lain yang
berhasil meningkatkan perekonomian lokal dan
kesejahteraan rakyat
27Kondisi Umum Perkotaan Nasional
Pola urbanisasi dan aktivitas perkotaan di
Indonesia
- Kota-kota dan kawasan perkotaan masih sangat
terpusat di pulau Jawa-Bali dan Sumatera serta
Sulawesi Selatan - Pulau Jawa diperkirakan akan menjadi
pulau-kota (padahal juga merupakan pulau yang
paling subur untuk pertanian) - Bahkan di kawasan tersebut di atas, dominasi
Jabodetabek sangat menonjol - Kota-kota besardengan bbrp pengecualianumumnya
berada di sepanjang pantai Laut Jawa dan Selat
Malaka (awalnya berorientasi laut, walau sekarang
lebih berorientasi in-land)
Kondisi umum kota-kota di Indonesia
- Kota-kota metropolitan dan besar menghadapi
tekanan penduduk yang tinggi dan memiliki
keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan papan,
sarana dan prasarana - Pencemaran lingkungan terkait dengan kemiskinan,
industri dan konsumsi - Kota-kota kecil dan sedang umumnya memiliki
sarana dan prasarana yang sederhana. Sanitasi
umumnya buruk
28Permasalahan Perkotaan Nasional
- A. Aspek Kependudukan-Sosial-Budaya
- A-1. Keterbatasan antisipasi dan kemampuan
fasilitasi pertambahan penduduk perkotaan
(urbanisasi) beserta karakteristiknya (a.l.
dengan piramida penduduk yang meningkatnya jumlah
penduduk remaja dan anak-anak) - A-2. IPM masyarakat perkotaan yang secara umum
relatif masih rendah (walau sudah lebih tinggi
daripada masyarakat perdesaan) - A-3. Ketaatan hukum yang masih sangat rendah
seiring dengan menurunnya modal sosial di
masyarakat perkotaan - A-4. Belum termanfaatkannya secara optimal
potensi budaya dan kearifan lokal dalam
pembangunan perkotaan
- B. Aspek Ekonomi-Finansial
- B-1. Belum termanfaatkannya secara optimal
potensi ekonomi lokal untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serya daya saing kota - B-2. Belum terkendalinya ekonomi informal
perkotaan (dan belum adanya strategi yang jelas
untuk menghadapi pertumbuhan ekonomi informal) - B-3. Masih tingginya tingkat kemiskinan di
kawasan perkotaan - B-4. Masih terbatasnya kapasitas fiskal/finansial
pemerintah daerah
29Permasalahan Perkotaan Nasional
- Aspek Sarana-Prasarana-Perumahan
-
- C-1. Keterbatasan jumlah, kualitas dan
keterpaduan sarana-prasarana dasar perkotaan
(termasuk sanitasi dan air minum serta
energi/listrik) - C-2. Keterbatasan penyediaan rumah layak dan
terjangkau serta masih tumbuhnya (belum
tertanganinya secara memadai) permukiman kumuh - C-3. Belum adanya sistem transportasi massal yang
efisien - C-4. Belum meratanya infrastruktur TIK
(teknologi-informasi-komunikasi) yang semakin
penting di dalam pembangunan di masa datang serta
masih terbatasnya karakteristik kota-kota
Indonesia yang kondusif bagi pertumbuhan industri
kreatif
30Permasalahan Perkotaan Nasional
- Aspek Tata Ruang dan Ketimpangan Regional
-
- D-1. Masih besarnya ketimpangan antar-wilayah
dalam hal pembangunan dan taraf hidup warga. - D-2. Masih tingginya migrasi desa-kota yang
diakibatkan oleh ketimpangan desa-kota (perbedaan
kualitas hidup dan perbedaan kesempatan
peningkatan kesejahteraan antara perdesaan dan
perkotaan). - D-3. Belum terwujudnya hirarki dan tata peran
kota-kota yang jelas sebagaimana yang diatur
dalam RTRWN (PKN, PKW, PKSN dan lain-lain).
- D-4. Urban sprawling (pertumbuhan kawasan
perkotaan yang meluas, kepadatan rendah, boros
lahan/memakan lahan pertanian) yang sudah
menggejala tidak hanya di kota-kota besar tetapi
juga kota sedang/menengah - D-5. Keterbatasan ruang publik di perkotaan serta
pemanfaatan ruang publik yang ada pun seringkali
tidak sesuai dengan fungsi yang ada.
31Permasalahan Perkotaan Nasional
- E. Aspek Tata Kelola dan Kelembagaan
- E-1. Kurangnya kepemimpinan kota yang visioner
dan berpihak kepada rakyat (walau telah ada
segelintir contoh yang baik seperti Solo, Tarakan
dll.) - E-2. Keterbatasan dalam penerapan
tata-pemerintahan yang baik serta manajemen
perkotaan yang efektif dan efisien. - E-3. Keterbatasan kapasitas SDM aparat pengelola
kota - E-4. Belum berkembangnya kerjasama antar-wilayah
dan antar-pihak yang efektif dan efisien serta
melindungi kepentingan publik - E-5. Masih belum jelasnya pola partisipasi publik
dalam proses-proses pengambilan keputusan publik - F. Aspek Lingkungan dan Mitigasi Bencana
- F-1. Kualitas lingkungan perkotaan yang cenderung
menurun (polusi dll) - F-2. Tapak ekologis perkotaan yang cenderung
meningkat - F-3. Tata bangunan dan lingkungan yang belum
memperhatikan daya dukung lingkungan setempat - F-4. Kurangnya kesiapan antisipasi dan upaya
mitigasi bencana
32Kondisi Umum Perkotaan Sumatera
Pola urbanisasi dan aktivitas perkotaan di
Sumatera
Kondisi umum kota-kota di Sumatera
- Sarana dan prasarana kota pada umumnya cukup
tersedia (walaupun sederhana), tetapi kota-kota
besar menghadapi keterbatasan. Kesiapan terhadap
bencana (mis. tsunami di Pantai Barat) masih
terbatas. - Terdapat kantong-kantong kemiskinan yang cukup
serius di Palembang dan Medan. Dua kota
metropolitan ini juga mengalami fiscal gap yang
paling serius
33Tingkat Urbanisasi Sumatera
PROPINSI 2000 2005 2010 2015 2020 2025
NANGGROE ACEH DARUSSALAM 23.6 28.8 34.3 39.7 44.9 49.9
SUMATERA UTARA 42.4 46.1 50.1 54.4 58.8 63.5
SUMATERA BARAT 29.0 34.3 39.8 45.3 50.6 55.6
RIAU 43.7 50.4 56.6 62.1 66.9 71.1
JAMBI 28.3 32.4 36.5 40.6 44.5 48.4
SUMATERA SELATAN 34.4 38.7 42.9 47.0 50.9 54.6
BENGKULU 29.4 35.2 41.0 46.5 51.7 56.5
LAMPUNG 21.0 27.0 33.3 39.8 46.2 52.2
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 43.0 47.8 52.2 56.5 60.3 63.9
Sumber Proyeksi Penduduk 2000
2025 (http//www.datastatistik-indonesia.com/proye
ksi diakses 2/6/2009)
Tiga propinsi memiliki penduduk perkotaan gt
penduduk perdesaan, yang lainnya antara 33
hingga 43 urban
34Masalah Perkotaan di Sumatera
Secara umum, karakteristik permasalahan perkotaan
nasional sebagaimana dipresentasikan di muka juga
merupakan cermin permasalahan perkotaan di
Sumatera (kurang lebih sama). Namun tentu
terdapat permasalahan yang bersifat spesifik.
Lokakarya kali ini diharapkan dapat
mengidentifikasi permasalahan-permasalahan
spesifik tersebut. Dalam aspek
Kependudukan-Sosial-Budaya, pada dekade
1970-80-an arus migrasi dari Sumatera ke Jawa
masih relatif seimbang dengan arus sebaliknya,
namun pada dekade setelah itu arus dari Jawa ke
Sumatera menurun sedangkan sebaliknya tetap. IPM
penduduk kota di Sumatera rata-rata lebih tinggi
daripada di kota-kota di Jawa. Sementara itu
terlihat ada upaya kota-kota untuk menggali
karakteristik budaya lokal (agamis), namun
sebarapa jauh hal ini mendorong tingkat
kesejahteraan warga yang semakin plural perlu
dicermati. Dari segi Ekonomi-Finansial, dua
kota terbesar, Medan dan Palembang, justru
memiliki kapasitas fiskal rendah (karena besarnya
permasalahan yang dihadapi). Sebagian besar
pekerja di Sumatera adalah di sektor
informal.Berbeda dengan di Pulau Jawa, tingkat
kemiskinan di perkotaan di Sumatera rata-rata
lebih rendah daripada tingkat kemiskinan di
perdesaan di pulau ini.
35Masalah Perkotaan di Sumatera
Keterbatasan Sarana-Prasarana-Perumahan dapat
dilihat pada permukiman kumuh sepanjang Sungai
Musi (sebagai contoh) sementara dari segi akses
ke sanitasi yang layak di kota-kota di Sumatera
kurang lebih hampir sama dengan rata-rata
kota-kota Indonesia (di bawah kota-kota Pulau
Jawa, tetapi lebih baik daripada kota-kota di
pulau-pulau lain). Belanja daerah untuk
fasos/fasum relatif masih rendah. Dalam hal
Tata-Ruang dan Ketimpangan Regional yang paling
menonjol adalah lebih berkembangnya kawasan
perkotaan di sepanjang Pantai Timur dibanding
kawasan Pantai Barat ataupun jalur tengah.
Penggunaan ruang publik yang tidak sesuai juga
masih banyak terjadi. Dari segi Tata-Kelola dan
Kelembagaan, keterbatasan dan tantangan ada tidak
jauh berbeda dengan umumnya kota-kota Indonesia
lainnya. Demikian pula dalam hal-hal yang terkait
dengan permasalahan Lingkungan dan Kesiapan /
Mitigasi Bencana, padahal kota-kota di Pantai
Barat dapat dikategorikan rawan tsunami sementara
kota-kota di Pantai Timur juga rawan terhadap
kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim.
Secara umum, polusi perkotaan di Sumatera pun
meningkat.
36Usulan Visi Pembangungan Kota
Terwujudnya kota-kota di Indonesiatermasuk
kota-kota Sumaterayang nyaman (livable),
berkelanjutan (sustainable), berkeadilan (just)
bagi semua golongan masyarakat dan berperan
sebagai pendorong (drivers) peningkatan
kesejahteraan rakyat maupun pertumbuhan ekonomi
regional/nasional
37Kebijakan Perkotaan Nasional (12 Usulan Awal)
K-1 Secara makro (keseluruhan), menerapkan
kebijakan pembangunan berbasis perkotaan
(urban-led development policy) melalui pendekatan
decentralized concentration di mana urbanisasi
dan investasi infrastruktur diarahkan kepada
sejumlah tertentu konsentrasi pertumbuhan
(city-cluster development) yang
terdesentralisasi. Pendekatan ini dapat
meningkatkan sinergi antar-sektor maupun
antar-wilayah serta bersifat inklusif K-2
Memastikan bahwa bahwa setiap kota dapat memenuhi
kebutuhan sosial-budaya warganya dan menciptakan
iklim kehidupan sosial-budaya yang taat hukum,
saling menghargai dan berkelanjutan secara
sosial, serta memanfaatkan potensi budaya dan
kearfian lokal. K-3 Memastikan bahwa setiap kota
mampu memanfaatkan potensi ekonomi lokal untuk
kesejahteraan warganya serta untuk meningkatkan
daya-saing sesuai dengan perannya (baik di
tingkat regional, nasional ataupun internasional)
dan bahwa setiap kota dapat menangani
permasalahan ekonomi informal dan kemiskinan
melalui pendekatan yang berkeadilan.
38Kebijakan Perkotaan Nasional (12 Usulan Awal)
K-4 Memastikan bahwa setiap kota memiliki
kapasitas finansial, setidaknya untuk memenuhi
kebutuhan warganya yang paling mendasar. K-5
Memastikan bahwa setiap kota dapat memenuhi
kebutuhan sarana dan prasarana warganya (sesuai
dengan karakteristik setempat) serta memastikan
bahwa kota-kota yang ditugasi untuk bersaing di
tingkat global/internasional dapat memiliki
prasarana TIK yang kompetitif.
K-6 Memastikan bahwa kebutuhan warga kota akan
perumahan yang layak dan terjangkau dapat
terpenuhi serta bahwa permukiman kumuh dapat
diperbaiki / dihapuskan. K-7 Mendorong kota-kota
untuk menerapkan pembangunan kota yang berbasis
angkutan umum massal (transit-oriented
development), dimulai sejak sebelum kota menjadi
besar dan sprawling.
39Kebijakan Perkotaan Nasional (12 Usulan Awal)
K-8 Menyikapi ketimpangan regional dengan
mendorong berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan
di Kawasan Timur Indonesia pada khususnya dan
kawasan perkotaan lain di luar pulau Jawa.
Kenyataan bahwa ketimpangan regional akan tetap
selalu ada akan diimbangi dengan mengupayakan
agar pelayanan dasar yang minimum tersedia di
mana pun di Indonesia
K-9 Menerapkan pengendalian terhadap pola-pola
pertumbuhan kota yang melebar (urban sprawl)
dengan menerapkan berbagai instrumen seperti
urban growth boundaries secara terencana dan
konsisten serta instrumen perkotaan lainnya yang
dapat sekaligus mendorong terwujudnya RTH 30
sebagaimana diamanatkan oleh UU 26/2007
40Kebijakan Perkotaan Nasional (12 Usulan Awal)
K-10 Mendorong penerapan tata-pemerintahan kota
yang baik, munculnya kepemimpinan kota yang
visioner dan berpihak kepada rakyat, serta
terwujudnya kapasitas pengelola kota yang
memadai, efisien dan efektif. K-11 Memastikan
terciptanya kualitas lingkungan kota yang baik
(polusi dan lain-lain di bawah ambang batas) dan
dipertimbangkannya daya dukung lingkungan dalam
pembangunan serta membatasi peningkatan tapak
ekologis perkotaan. .
K-12 Mendorong upaya-upaya mitigasi dan kesiapan
terhadap bencana, termasuk yang terkait dengan
perubahan iklim, gempa bumi, tsunami (untuk
kota-kota pantai tertentu), land subsidence
(yang juga bisa diakibatkan oleh perbuatan
manusia seperti penggunaan air tanah secara
berlebihan) dan lain-lain.
41Strategi Pewujudan
S-1 Penerapan sasaran terukur dan terikat waktu
(measurable and time-bound) di semua aspek
pembangunan yang bisa diukur. S-2 Penerapan
pendekatan insentif dan disinsentif, baik dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah maupun
dari pemerintah pada umumnya kepada masyarakat
dan swasta S-3 Mendorong kerjasama antar-daerah
dan antar-pihak. S-4 Penguatan kapasitas yang
terus-menerus serta pengembangan knowledge
management. S-5 Penerapan mekanisme monitoring
dan akuntabilitas yang partisipatif. S-6
Mendorong kota-kota untuk fokus pada satu atau
segelintir produk atau fungsi unggulan (tanpa
mengurangi atau melemahkan keharus kota-kota
untuk memenuhi standard pelayanan perkotaan)
sehingga dapat menjadi city brand yang kuat dan
menonjol bagi kota tersebut.
42Strategi Pewujudan
100 kawasan perkotaan
60 kawasan perkotaan
30 kawasan perkotaan
2025
43Contoh Kemungkinan Indikator Sasaran Nasional
Kondisi 2010 Kondisi 2015 Kondisi 2020 Kondisi 2025
Ketersediaan Sarana-pra-sarana Kota (termasuk ICT) Kondisi PSD perkotaan 2010 sebagai baseline Std pelayanan perkotaan min. diterapkan di 30 kota Akses ke ICT dimiliki oleh 20 penduduk perkotaan Indonesia Std pelayanan perkotaan min. diterapkan di 60 kota Akses ke ICT dimiliki oleh 40 penduduk perkotaan Indonesia Std pelayanan perkotaan min. diterapkan di semua kota Akses ke ICT dimiliki oleh 60 penduduk perkotaan Indonesia
Penerapan konsep TOD kota-kota Kondisi transportasi dan tata ruang kota (termasuk urban sprawl) Setidaknya 20 kota-kota besar dan metropolitan menerapkan prinsip TOD (termasuk urban growth boundary) Setidaknya 40 kota-kota besar dan metropolitan menerapkan prinsip TOD (termasuk urban growth boundary) Setidaknya 60 kota-kota besar dan metropolitan menerapkan prinsip TOD (termasuk urban growth boundary)
Perbaikan Permukiman Kumuh Besaran permukiman kumuh th 2010 sebagai baseline Permukiman kumuh tinggal 60 dari baseline (kondisi 2010) Permukiman kumuh tinggal 30 dari baseline (kondisi 2010) Tidak ada lagi permukiman kumuh di kota-kota di Indonesia
44Contoh Kemungkinan Indikator Sasaran Nasional
Kondisi 2010 Kondisi 2015 Kondisi 2020 Kondisi 2025
Kondisi Lingkungan Kota Kondisi lingkungan perkotaan 2010 sebagai baseline Tingkat polusi menjadi 75 dari base-line. Tapak ekologis perkotaan untuk kota besar/metro, kota sedang, kota kecil turun .. Tingkat polusi mjd 50 dari base-line. Tapak ekologis perkotaan untuk kota besar/metro, kota sedang, kota kecil turun .. Tingkat polusi mjd 25 dari base-line. Tapak ekologis perkotaan untuk kota besar/metro, kota sedang, kota kecil turun ..
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Kota Kondisi RTH dan amenities kota tahun 2010 sebagai baseline 30 kota memenuhi syarat RTH UU 26/2007 Setidaknya 3 kota masuk dalam kota livable Asia/ dunia 60 kota memenuhi syarat RTH UU 26/2007 Setidaknya 6 kota masuk dalam kota livable Asia/ dunia Semua kota memenuhi syarat RTH UU 26/2007 Setidaknya 10 kota masuk dalam kota livable Asia/ dunia
Kesiapan / Mitigasi Bencana Kondisi kesiapan dan mitigasi bencana 2010 sebagai baseline Setidaknya 30 kota-kota memiliki mekanisme miti-gasi / antisipasi bencana yang berkekuatan hkm Setidaknya 60 kota-kota memiliki mekanisme miti-gasi / antisipasi bencana yang berkekuatan hkm Setidaknya 90 kota-kota memiliki mekanisme miti-gasi / antisipasi bencana yang berkekuatan hkm
45Contoh Kemungkinan Indikator Sasaran Nasional
Kondisi 2010 Kondisi 2015 Kondisi 2020 Kondisi 2025
Kondisi Keuangan Kota Kapasitas keuangan daerah 2010 sebagai baseline 30 kota memiliki kap-fiskal untuk memenuhi SPP dan designasi peran nasional 60 kota memiliki kap-fiskal untuk memenuhi SPP dan designasi peran nasional 100 kota punya kap-fiskal untuk memenuhi SPP dan designasi peran nasional
Kondisi Ekonomi Lokal Kondisi umum ekonomi lokal perkotaan dan daya saing kota-kota tahun 2010 sbg baseline Setidaknya 30 memiliki iklim usaha kondusif Setidaknya 3 kota memiliki daya saing tinggi tingkat Asia Setidaknya 10 kota-kota yang berpotensi agropolitan berfungsi dg baik Setidaknya 60 memiliki iklim usaha kondusif Setidaknya 6 kota memiliki daya saing tinggi tingkat Asia Setidaknya 30 kota-kota yang berpotensi agropolitan berfungsi dg baik Setidaknya 90 memiliki iklim usaha kondusif Setidaknya 10 kota memiliki daya saing tinggi tingkat Asia Setidaknya 10 kota-kota yang berpotensi agropolitan berfungsi dg baik
Kemiskinan Kota Kondisi kemiskinan perkotaan 2010 sbg baseline Penduduk kota yang miskin tidak lebih dari 15 Penduduk kota yang miskin tidak lebih dari 10 Penduduk kota yang miskin tidak lebih dari 5
46Contoh Kemungkinan Indikator Sasaran Nasional
Kondisi 2010 Kondisi 2015 Kondisi 2020 Kondisi 2025
Kondisi Sosial-Budaya di Perkotaan Kondisi umum sosial-budaya perkotaan 2010 sebagai baseline 20 kota-kota menyediakan sarana komunitas dan budaya serta memiliki perda perlindungan cagar budaya 40 kota-kota menyediakan sarana komunitas dan budaya serta memiliki perda perlindungan cagar budaya 60 kota-kota menyediakan sarana komunitas dan budaya serta memiliki perda perlindungan cagar budaya
Kondisi Kelembagaan / Tata Kelola Kondisi umum kelembagaan perkotaan 2010 sebagai baseline 30 kota-kota berkategori mampu secara kelembagan (memiliki visi, LUSP dan sarana utk mewujudkan visi/LUSP tsb 60 kota-kota berkategori mampu secara kelembagan (memiliki visi, LUSP dan sarana utk mewujudkan visi/LUSP tsb 100 kota-kota berkategori mampu secara kelembagan (memiliki visi, LUSP dan sarana utk mewujudkan visi/LUSP tsb
Ketimpangan Perkotaan Regional Kondisi ketimpangan regional dan RUL 2010 sebagai baseline Kontribusi penduduk perkotaan Pulau Jawa menjadi 65 Kontribusi penduduk perkotaan Pulau Jawa menjadi 60 Kontribusi penduduk perkotaan Pulau Jawa menjadi 50
47Strategi Pewujudan
Peraturan / insentif-disinsentif yang disertai
dengan dukungan kerjasama dan penguatan kapasitas
Peraturan-panduan / Insentif-disinsentif bantuan
teknis / finansial / jaringan dari pemerintah
pusat
Kabupaten / agropolitan
Kerjasama antar-daerah / antar-kota
Kerjasama dengan swasta (PPP)
Kota setara / sejenis
Penguatan kapasitas pemkot dan penguatan
kapasitas masyarakat sipil untuk dapat selalu
memonitor perkembangan
Kota besar /metropolitan
48Strategi Pewujudan
Pemantuan dan evaluasi berkala
- Oleh pemerintah (pusat / propinsi)
- Oleh masyarakat (citizen report cards)
49Masukan Sumatera (Untuk Kebijakan dan Strategi
Nasional)
Kondisi Perkotaan Indonesia yang
diharapkan terwujud 2025
Pewujudan melalui KSPD dan kontribusi pemerintah
daerah dan masyarakat
Lokakarya ini sebagai upaya menggali masukan
daerah / regional untuk kebijakan dan strategi
perkotaan nasional
Kondisi Perkotaan Sumatera Saat ini
50Selamat Berlokakarya Semoga Bermanfaat Bagi
Perbaikan Kota-Kota Indonesia
51(A) Aspek Sosial-Budaya-Kependudukan
52(A-1) Keterbatasan antisipasi dan kemampuan
fasilitasi pertambahan penduduk perkotaan
(urbanisasi) beserta karakteristiknya (a.l.
dengan piramida penduduk yang meningkatnya jumlah
penduduk remaja dan anak-anak)
Sebagai contoh, kondisi pelayanan air minum di
kota-kota di Indonesia masih belum sepenuhnya
baik, dan akan terus mengalami tantangan untuk
melayani kebutuhan penduduk kota yang semakin
besar
53(A-2) IPM masyarakat perkotaan yang secara umum
relatif masih rendah
IPM Indonesia lebih rendah dari Malaysia,
Filipina, Thailand, Cina dan bahkan Vietnam
Rata-rata HDI kota-kota Sumatera lebih tinggi
dari kota-kota di Jawa dan Bali
54(A-3) Ketaatan hukum yang masih sangat rendah
seiring dengan menurunnya modal sosial di
masyarakat perkotaan
Tingkat resiko terjadinya tindakan kriminal yang
masih diatas 50 per 100.000 orang, sebagai
indikasi rendahnya ketaatan hukum
55(A-4) Belum termanfaatkannya secara optimal
potensi budaya dan kearifan lokal dalam
pembangunan perkotaan
Banda Aceh Kota budaya, sebagai pusat kerajaan Aceh banyak menyimpan khazanah budaya, monumen, tempat-tempat bersejarah, dan makam raja-raja seperti makam Sultan Isakandar Muda dan makam Syekh Abdurrauf Syiah Kuala
Kota Sabang Karena banyaknya kandungan nilai sejarah yang dimiliki Kota Sabang sehingga menjadi salah satu kota tujuan wisata di Provinsi NAD, di Weh terdapat peninggalan jaman Jepang dan Belanda ini menjadi tempat wisata sejarah untuk mengenang peperangan
Kota Sibolga Letak Kota Sibolga yang sepi di tepi pantai merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki. Keindahan alam tepi pantai, dengan pesona deretan pulau-pulau yang ada menjadi daya tarik tersendiri untuk menarik wisatawan. Dengan keindahan alam tepi pantai ini, Kota Sibolga sangat berpotensi untuk mengembangkan paket wisata bahari. Pulau-pulau yang berpotensi mengembangkan wisata bahari adalah Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Panjang dan Pulau Sarudi
Palembang Selain Empek-empek, kota ini juga memiliki produk khas lain yaitu tenun songket. Kerajinan tenun dikenal sejak Kerajaan Sriwijaya. Motifnya beraneka ragam, seperti Lepus, Jando Berias, Bungo Inten, dan Tretes Midar. Motif-motif ini sangat digemari peminat songket yang sentra kerajinannya dapat dijumpai di Kecamatan Ilir Barat II. Di daerah ini rumah-rumah panggung didesain sedemikian rupa, menjadi tempat kerja sekaligus tempat memajang hasil karya mereka. Industri makanan dan tenun songket merupakan bagian dari lapangan usaha industri pengolahan. Lapangan usaha ini menjadi penyumbang utama kegiatan ekonomi Kota Palembang.
Kota Bukit Tinggi Kota kecil yang luasnya hanya 0,06 persen dari luas Provinsi Sumatera Barat ini populer dengan sebutan Kota Jam Gadang. Jam Gadang yang artinya jam besar menjadi simbol sekaligus pusat keramaian kota. Dari menara tempat berdiri Jam Gadang inilah kegiatan wisata dan belanja bisa segera dimulai. Pasalnya, tempat-tempat bernuansa sejarah yang menjadi saksi perkembangan kota di masa lalu seperti bekas kediaman Bung Hatta, Benteng Fort de Kock, dan Lubang Jepang berada tak jauh darinya.
Kota Sawahlunto Kota Sawah lunto dikenal sebagai kota tambang karena sebagaian besar perkekonomian penduduknya ditopang dari sektor pertambangan, hasil tambang terbesarnya berupa batu bara terdapat di Ombilin dan Sawah lunto, juga terdapat cukup banyak simpanan batu kapur, grafit, andesit, granit, kalsit, kaolin, pasir kuarsa, fosfat, silika, lempung kuarsit, dan emas.
Kota Pariman Kerajinan sulaman indah dan bordir adalah hasil keluaran industri kerajinan yang banyak digeluti masyarakat setempat. Keduanya berpotensi mempercepat pergerakan ekonomi kota dan menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Komoditas yang sekaligus berfungsi sebagai cendera mata itu telah merambah hingga ke mancanegara, khususnya ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Australia.
Kota Dumai Di sektor pariwisata, Sebagai gerbang utama untuk memasuki Riau Daratan, beberapa turis sudah berulang kali mengunjungi Dumai, terutama yang ingin mengunjungi Malaka. Dumai sangat mudah dicapai karena transportasinya yang lancar. Ada beberapa objek wisata yang menarik dalam perjalanan menuju Dumai, seperti adanya suku terbelakang yang dinamakan suku Sakai, hutan tropis di sepanjang jalan, dan air sungai yang warnanya unik seperti warna teh. Selain itu juga dapat dilihat beratus pipa angguk yang mengangkat minyak dari perut bumi.
Kota Pangkalpinang Di sektor pariwisata, Kota Pangkalpinang memiliki potensi yang dapat diandalkan dalam hal kepariwisataan. Kunjungan tamu ke Kabupaten Bangka dan Belitung umumnya melalui atau transit dari daerah ini . Wisata yang menonjol adalah wisata pantai, khususnya di Kota Pangkalpinang dengan pantai Pasir Padinya yang memiliki panorama alam yang mempesona.
56(B) Aspek Finansial-Ekonomi
57(B-1) Belum termanfaatkannya secara optimal
potensi ekonomi lokal untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta daya saing kota?
mengambil contoh rendahnya tingkat daya saing
kota di Pulau Sumatera
Rata-rata EGI Score nasional adalah 60, dan
terlihat bahwa hanya kota Lubuk Linggau yang
memiliki EGI diatas rata-rata score nasional.
58 B-2 Belum terkendalinya ekonomi informal
perkotaan (dan belum adanya strategi yang jelas
untuk menghadapi pertumbuhan ekonomi informal)
59(B-3) Masih tingginya tingkat kemiskinan di
kawasan perkotaan
Angka kemiskinan di daerah urbanized sangat
tinggi (warna cokelat dalam peta)
Angka kemiskinan di perkotaan yang meningkat
60(B-4) Keterbatasan kapasitas Fiskal
Kota Indeks Keterangan
Kota Medan 0.386 Rendah
Kota Padang 0.918 Sedang
Kota Pekanbaru 1.9307 Tinggi
Kota Jambi 0.9096 Sedang
Kota Palembang 0.358 Rendah
Kota Prabumulih 1.5543 Tinggi
Kota Bengkulu 0.6753 Sedang
Kota Bandar Lampung 0.416 Rendah
Kota Metro 1.5845 Tinggi
Kota Batam 1.5412 Tinggi
Kota Tanjung Pinang 2.366 Sangat tinggi
Terlihat rendahnya kapasitas fiskal di kota-kota
besar di Sumatera yang mengindikasikan
kurangnya kemampuan kota untuk memenuhi kebutuhan
finansial dalam pembangunan kota.
Sumber Departemen Keuangan -2008
61(C) Aspek Sarana Prasarana
62(C-1) Keterbatasan jumlah, kualitas dan
keterpaduan sarana-prasarana dasar perkotaan
(termasuk sanitasi dan air minum serta
energi/listrik)
Dari berbagai pelayanan, hanya pelayanan air
minum di Indonesia yang kualitasnya di atas
rata-rata negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Itupun masih dibawah negara-negara di
ASEAN.
63(C-2) Keterbatasan penyediaan rumah yang layak
dan terjangkau serta masih belum tertanganinya
secara memadai pemukiman kumuh
- Kawasan kumuh seluas 54.000 hektar di tahun 2004
diperkirakan tersebar di 10.065 lokasi di seluruh
Indonesia, dan dihuni oleh sekitar 17,2 juta
penduduk
64(C-3) Belum adanya sistem transportasi massal
yang efisien
Kinerja Pelayanan Trayek yang belum 100
Tidak semua kota Metro dan Besar memiliki bus
besar
Pertambahan kendaraan pribadi yang signifikan,
dan tidak diiringi dengan pertambahan angkutan
umum (bus)
Sumber Ditjen Hubdat 2004
65(C-4) Belum meratanya infrastruktur TIK
(teknologi-informasi-komunikasi) yang semakin
penting di dalam pembangunan di masa datang serta
masih terbatasnya karakteristik kota-kota
Indonesia yang kondusif bagi pertumbuhan industri
kreatif
C-3.
Seluruhnya dibawah rata-rata teledensitas
infrastruktur telekomunikasi dan informatika
negara di Asia.
66(D) Aspek Tata Ruang dan Ketimpangan Regional
67(D-1) Masih besarnya ketimpangan antar-wilayah
dalam hal pembangunan dan taraf hidup warga.
- Kesenjangan antar wilayah tercermin dari
perbedaan kesejahteraan masyarakat - Kemiskinan di DKI 3,2 persen penduduk,
sedangkan di Papua sekitar 38,7 persen. - Penduduk di DKI rata-rata bersekolah selama 9,7
tahun, sedangkan penduduk di NTB rata-rata hanya
5,8 tahun - 30 persen penduduk di DKI yang tidak mempunyai
akses terhadap air bersih, sedangkan di
Kalimantan Barat lebih dari 70 persen. - Di bidang pelayanan kesehatan, jika di DKI hampir
seluruh bayi yang lahir mendapat pertolongan dari
dokter dan/atau tenaga medis lainnya, sedangkan
Maluku Utara kurang dari 40 persen.
- Perbedaan Pembangunan Infrastruktur
- KBI yang luas wilayahnya hanya 31,25 persen dari
luas wilayah nasional dilayani jalan nasional dan
propinsi yang total panjangnya mencapai 37.687,5
km. Sementara itu wilayah KTI yang luasnya
mencakup 68,75 persen dari luas wilayah nasional
dilayani jalan nasional dan propinsi yang total
panjangnya justru lebih rendah yaitu 33.241,2 km. - Kesenjangan pelayanan jalan ini semakin parah
bila melihat kondisi jalan per Maret 2006, di
mana lima provinsi tertinggi yang memiliki jalan
dengan kondisi rusak berat sebagian besar di KTI,
yaitu Kalteng (76,0 persen), Gorontalo (59,9
persen), Sulsel (54,2 persen), dan Maluku Utara
(51,6 persen)(Data tahun 2004).
68(D-2) Masih tingginya migrasi desa-kota yang
diakibatkan oleh ketimpangan desa-kota (perbedaan
kualitas hidup dan perbedaan kesempatan
peningkatan kesejahteraan antara perdesaan dan
perkotaan).
69D-3. Belum terwujudnya hirarki dan tata peran
kota-kota yang jelas sebagaimana yang diatur
dalam RTRWN (PKN, PKW, PKSN dan lain-lain).
Primacy Jakarta lebih kuat lagi jika
mempertimbangkan perkiraan bahwa sekitar 60 70
uang di Indonesia beredar di Jakarta /
Jabodetabek evidence masih dicari
70(E) Aspek Tata Kelola dan Kelembagaan
71Birokrasi pemerintah kota yang tidak efisien
merupakan hambatan terkuat dalam menjalankan
usaha menurut survey
72(F) Aspek Lingkungan dan Mitigasi Bencana
73F-1 Kualitas lingkungan perkotaan yang cenderung
menurun (dari tingginya tingkat polusi)
Mengambil contoh tingkat Polusi di kota Medan
74F-2 Tapak Ekologis perkotaan yang cenderung
meningkat
Pertumbuhan kendaraan bermotor dari tahun ke
tahun meningkat tajam
75F-3 Tata bangunan dan lingkungan yang belum
memperhatikan daya dukung lingkungan setempat ?
rendahnya belanja untuk penanganan kualitas
lingkungan hidup
76F-4 Kurangnya kesiapan antisipasi dan upaya
mitigasi bencana